Minggu, 31 Juli 2011

Kerukunan antar umat beragama



A. Definisi Agama Islam
1        Islam secara etimologis, berasal dari bahasa Arab salima, yang berarti “selamat sentosa”. Kemudian kata itu dibentuk menjadi aslama, yang artinya “memelihara dalam keadaan selamat sentosa” dan berarti juga “menyerahkan diri, tunduk, damai, selamat, taat, dan patuh”.
2.   Islam secara terminologis, berarti agama islam yang berisi ajaran yang memberi petunjuk kepada umat manusia untuk melaksanakan tugas kehidupan menurut syariat, jalan kehidupan yang benar, yang memberikan kemaslahatan bagi semua makhluk Allah..
B. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam.
1.      Makna Agama Islam
kata Islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat, dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kehidupan umat manusia pada khususnya, dan semua makhluk hidup pada umumnya.
Ajaran agama Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Sesuai dengan fitrah hidup manusia, artinya;
1.      ajaran agama islam mengandung petunjuk yang sesuai dengan sifat dasar manusia,      baik dari aspek keyakinan, perasaan, maupun pemikiran.
            2.  sesuai dengan kebutuhan hidup manusia
            3.   memberikan manfaat tanpa menimbulkan komplikasi
            4.   menempatkan manusia dalam posisi yang benar
·         Ajaran sempurna, artinya materi ajaran Islam berisi petunjuk-petunjuk pada seluruh kehidupan manusia.
·         Kebenarannya mutlak. Kebenaran itu dapat dipahami karena ajaran Islam berasal dari Allah Yang Maha Benar dan dapat pula dipahami melalui bukti-bukti materiil, serta bukti riilnya.
·         Mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.
·         Fleksibel dan ringan, artinya ajaran Islam memperhatikan dan menghargai kondisi masing-masing individu dalam menjalankan aturannya dan tidak memaksakan orang Islam untuk melakukan suatu perbuatan diluar batas kemampuannya.
·         Berlaku secara universal, artinya ajaran Islam berlaku untuk seluruh umat manusia didunia sampai akhir masa.
·         Sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya.
·         Inti ajarannya “tauhid” dan seluruh ajarannya mencerminkan ketauhidan Allah
·         Menciptakan rahmat, kasih sayng Allah terhadap makhluk-Nya, seperti ketenangan hidup bagi orang yang meyakini dan mentaatinya.
2.  Islam Rahmat bagi Seluruh Alam
Dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk mencapai kemaslahatan hakiki bagi manusia, hukum Islam melindungi lima hal esensial bagi kehidupannya, yakni agamanya, jiwanya, akalnya, hartanya dan keturunannya. Dalam tulisan lalu, telah diuraikan secara singkat tentang perlindungan terhadap (1) agama dan (2) jiwa. Dan di bawah ini adalah kelanjutannya:
Ø  Melindungi akal manusia agar tetap sehat dan cerdas, sehingga bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan umat, terhindar dari segala penyakit atau kelainan yang dapat menjadikannya beban bagi masyarakat umum, atau sumber kejahatan bagi mereka. Karenanya, dalam upaya melindungi akal dari kerusakan, Islam melarang segala jenis minuman keras yang memabukkan dan segala jenis narkoba yang dapat merusak akal. Dan bagi mereka yang tetap melanggar, disediakan hukuman tetentu yang bertujuan mencegah atau membuatnya jera dari perbuatan seperti itu.
Agama Islam juga memerintahkan agar setiap orang berupaya mengembangkan akalnya secara positif, dengan senantiasa belajar dan menambah pengetahuan sepanjang hidupnya. ”Uthlub`l-`ilma `minal-mahdi ilal-lahdi`”. (Tuntutlah ilmu dari sejak dalam buaian sampai masuk kuburan). Begitulah perintah Nabi saw.
Demikian pula sabdanya, ”`Thalab`l-`ilmi faridhatun `ala kulli Muslim wa Muslimah.” (Menuntut ilmu adalah fardhu atas setiap Muslim dan Muslimah).
Jelas, yang dimaksud dengan ilmu bukan hanya terbatas pada apa yang oleh sebagian kita biasa disebut sebagai `ilmu agama` saja, tetapi mencakup semua ilmu (teknologi, kedokteran, kemiliteran, ekonomi, administrasi dsb) yang bermanfaat dan membawa kemajuan dan kekuatan bagi umat.
Ø  Melindungi harta (milik perorangan maupun perusahaan dan negara) dari kejahatan terhadapnya, baik melalui pencurian, perampasan, korupsi dsb. maupun melalui perjudian, penipuan dalam perdagangan dsb.

Untuk itu, hukum Islam mengatur agar setiap transaksi keuangan berlangsung dengan tertib dan adil, atas dasar saling ridha, tanpa paksaan maupun eksploitasi, atau kezaliman suatu pihak terhadap yang lainnya. Karenanya Islam melarang riba yang biasa dilakukan di masa jahiliyah (atau yang di masa sekarang dikenal melalui perbuatan kaum rentenir), dan sebaliknya, lebih mendorong berlangsungnya kerjasama dan tolong-menolong.

Dalam istilah Al-Qur`an: ”La tazhlimuuna wa laa tuzhlamuun” (Janganlah kalian berbuat zalim terhadap orang lain dan jangan pula orang lain berbuat zalim terhadap kalian).
Ø  Melindungi keturunan, dengan mengatur segala jenis hubungan antara laki-laki dan perempuan. Agar setiap anak yang lahir mempunyai orang tua yang sah dan bertanggung jawab atas kesehatan dan pendidikannya. Sehingga ia tumbuh sebagai anggota yang berguna bagi lingkungan dan umatnya.

Untuk itu Islam mengatur pernikahan dengan segala persyaratannya sebagai satu-satunya hubungan yang dibenarkan, seraya melarang dengan keras segala hubungan di luar itu, seperti perzinaan, perselingkuhan, hidup bersama (samen leven) tanpa nikah dan pergundikan, termasuk pula yang di sebagian dunia Barat sekarang mereka.

”Wa laa taqrabu`z-zina, innahu kaana faahisyatan wa saa`a sabiilaa” (Jangan sekali-kali kalian mendekati zina, dikenal sebagai perkawinan antar jenis (antara laki-laki dan laki-laki dan antara perempuan dengan perempuan) yang disahkan oleh perundang-undangan sungguh itu adalah perbuatan amat keji dan amat buruk akibatnya). Begitulah firman Allah swt.

Karenanya pula, Islam sangat melindungi kehormatan dan kesucian diri setiap orang agar tidak ditujukan kejahatan terhadapnya, melalui tuduhan palsu (dalam istilah fiqh disebut qadhf) atau pelecehan seksual, apalagi dengan perkosaan.

Karena yang demikian itu merupakan pelanggaran berat terhadap amanat kemanusiaan yang disimpankan Allah swt dalam tubuh setiap orang, laki-laki dan perempuan.[undzurilaina]
(diringkas dari berbagai sumber)

C. Ukhuwah Islamiyah
1. Pengertian
“Ukhuwah” berasal dari kata dasar “akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, kata “ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan “Islamiyah” berasal dari kata “Islam” yang dalam hal ini memberi / menjadi sifat dari “ukhuwah”, sehingga jika dipadukan antara kata “ukhuwah” dan “Islamiyah” akan berarti persaudaraan islam atau pergaulan secara / menurut islam.
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuwah Islamiyah adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang Islam sebagai satu ikatan persaudaran, dimana antara yang satu dengan yang lainnya seakan-akan berada dalam satu ikatan. Dalam beberapa nash disebut seperti:
“tidak beriman seorang kaum sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri”
Kemudian ada pula hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesama Islam dalam menjalin Ukhuwah Islamiyah yang berarti bahwa antara umat Islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan suatu bangunan yang saling menunjang satu sama lainnya.
2. Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah menjadi aktual, bila dihubungkan dengan masalah solidaritas sosial. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah sesuatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama.
Kata persatuan, kesatuan, kerukunan, dan solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apalagi bila kata “Ukhuwah” dirangkaikan dengan kata “Islamiyah”, maka ia akan menggambarkan satu bentuk dasar (elementer) yakni persaudaraan Islam yangmerupakan potensi yang objektif. Ibadah-ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual denga cita Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah realisasi dari iman.
Dengan Ukhuwah Islamiyah kehidupan bersama menurut setiap anggota masyarakat untuk melihat kepentingan bersama, dan kepentingan bersama itu terbentuk karena menjunjung perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, inilah sebuah prinsip yang sama. Maka Ukhuwah seperti inilah yang memperkuat persatuan dan kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangsa, juga untuk kemajuan agama, negara, dan kemanusiaan.
Ukhuwah Islamiyah bukan buatan manusia, tetapi dari Al-Qur’an. Hidup berukhuwah adalah tuntutan akhlak islam, yang dengan akhlak ini melahirkan manusia sosial dalam arti seluas-luasnya, dan dalam arti sosial ini pula manusia dapat menemukan pikiran dalam pergaulan hidup, dapat membawa dirinya dalam masyarakat serta menjadikan masyarakat bidang kegiatannya, untuk hidup bersama dan kepentingan bersama.
Ringkasnya, realisasi makna dan hikmat Ukhuwah Islamiyah itu ditanamkan ke dalam jiwa masing-masing anggota masyarakat, kemudian dapat dijabarkan dalam hidup dan kehidupan persatuan, kesatuan dan kerukunan dengan segala ketulusikhlasan, sehingga potensi-potensi dasar seperti kepakaan moral sosial mampu berfungsi lebih lanjut dalam masyarakat.
Dari uraian-uraian diatas tampaklah bahwa ukhuwah Islamiyah itu lebih cenderung untuk menunjukkan peranannya sebagai alat membina umat Islam secara intern. Tekanannya diletakkan kepada satu tujuan untuk memperkokoh persatuan umat Islam, atau kerukunan hubungan antara umat Islam sendiri, dapat dikatakan bahwa titik sentral Ukhuwah Islamiyah itu terletak pada kondisi yang rukun dalam tubuh umat Islam.
Dalam hubungan ini banyak dijumpai ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya kerukunan intern umat Islam, antara lain tertera dibawah ini :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam) dan janganlah kamu bercerai-berai dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa jahiliah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara dan kamu dahulu telah berada di tepi jurang Neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa jahiliah), lalu Allah selamatkan kamu dari Neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keteranganNya, supaya kamu mendapat petunjuk hidayatNya (QS.Ali Imran 103)

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُالْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ 

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah berceri-berai dan berselisihan (dalam agama mereka) sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas nyata (yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah) dan mereka yang bersifat demikian, akan beroleh azab seksa yang besar (QS.Ali Imran 105).
D.  Kebersamaan Dalam Pluralitas Agama
1)      Berhubungan Dengan Non-Muslim
Dalam kehidupan bermasyarakat kita sebagai umat islam tidak bisa mengelak untuk berhubungan dengan umat agama lain. Dalam pandangan syariat Islam, non muslim itu bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu kafir harbi (ahlul harb) dan kafir zimmi (ahlu zimmah).
Kafir harbi adalah orang-orang kafir yang sedang terlibat pertempuran dengan muslimin. Darah mereka halal untuk ditumpahkan sebagaimana mereka pun punya hak untuk membunuh muslimin. Hubungan antara ahlul harb dengan muslimin memang hubungan bunuh membunuh di dalam wilayah konflik. Sedangkan kafir zimmi adalah non muslim yang aman, tidak mengganggu pihak muslim.
Tampak bahwa pembagian di atas, kedua klasifikasi sangat tajam bedanya. Pada kenyataannya hubungan dengan non muslim tidak dapat dibedakan setajam itu. Berbagai variasi derajat ke-dzimmi-an terjadi pada masa kini. Ada yang 100% aman, ada yang kadang-kadang mengganggu ketentraman orang islam, sampai ada yang terang-terangan memusuhi umat islam (harbi).
Beberapa tingkatan dalam berhubungan dengan non-muslim akan dipaparkan di sini.
a)      Non muslim yang tidak mengganggu (dzimmi)
Non muslim yang seperti ini harus mendapat perlindungan dari komunitas muslim, sesuai dengan prinsip ajaran islam yang rahmatan lil ‘alamin. Dia berhak mendapatkan izin tinggal dan menjadi penduduk di dalam wilayah komunitas muslim. Umat islam dilarang  mendzolimi  non muslim yang dzimmi.
Di masa lalu seorang ahlu zimmah berhak untuk tetap bertahan di atas tanah yang menjadi miliknya yang sah. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengusirnya dari tanahnya itu. Bahkan setingkat gubernur Mesir pun tidak punya hak. Padahal saat itu Gubernur Amr bin Al-Ash sedang melakukan proyek renovasi masjid, lantaran daya tampungnya yang semakin dibutuhkan. Kebetulan, proyek perluasan masjid itu harus mengenai lahan milik seorang ahli zimmah, maka gubernur menyediakan uang pengganti atas tanahnya.. Namun di ahli zimmah bertahan dan tidak mau pindah. Akhirnya, dengan kekuasaan sebagai pemerintah rumahnya digusur dan uangnya diberikan.
Ahli zimmah ini kemudian melapor kepada khalifah Umar ra, atasan langsung Gubernur Amr bin Al-Ash. Segera saja Umar ra. memarahi bawahannya dan memerintahkannya untuk mengembalikan rumah dan tanah miliknya. Sebab hak-hak para ahli zimmah memang dijamin oleh umat islam.
Rasulullah SAW bersabda, “siapa yang menzalimi seorang mu’ahid (ahlu dzimmah), atau mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu di luar haknya, maka aku menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR Abu Daud).
“Dan jika seseorang dari orang-orang musyrikin itu meminta perlindungannya kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui..”(QS.At-Taubah : 6)
Kafir dzimmi diperbolehkan melaksanakan agamanya di tengah-tengah umat islam, sesuai dengan keyakinannya. Dilarang muslimin untuk memaksa, menyudutkan atau memerintahkan mereka masuk Islam. Allah SWT telah mengharamkan pemaksaan untuk masuk agama Islam buat orang-orang non muslim.
Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-Baqarah: 256)
Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil, baik itu kepada sesama muslim maupun kepada non muslim.
“ dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)”. (QS.Asy-Syuraa: 15)
Selain itu, Islam tidak mengharamkan umatnya bermuamalat dengan orang non muslim. Bahkan Rasulullah SAW masih saja menggadaikan pakaian perangnya kepada seorang yahudi serta berjual beli dengan mereka. Demikian juga dengan para shahabat, mereka akitf di pasar bersama-sama dengan non muslim dalam mencari rezeki.
b)     Non muslim yang dzolim
Diakui atau tidak, ada (banyak) di antara orang-orang non muslim itu yang bersikap dzolim terhadap islam. Mereka mendzolimi umat islam dengan berbagai cara, dan menyakiti hati umat islam. Seperti contoh kasus kartun Nabi, dll.. Umat islam diperintahkan untuk berbuat adil, sehingga diberi hak untuk melakukan pembalasan yang adil jika didzolimi.
Dalam prinsip Islam, tak ada filosof’ : “jika anda ditampar pipi kiri, berikan pipi kanan”. Filosofi yang ada adalah: jika pipi kiri kita ditampar, maka tampar pulalah pipi kirinya, tetapi memberi maaf lebih utama. Kita umat islam harus bereaksi dengan apa yang umat lain lakukan terhadap kita. Reaksi dapat berupa balasan (secara adil) atau memaafkan jika mereka minta maaf. Dan percayalah bahwa Allah akan menyempurnakan pembalasannya di akherat nanti.
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melapaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim. (QS. Al-Maaidah: 45)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan denga orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suaru rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya sisksa yang sangat pedih. (QS. Al Baqarah: 178)
Untuk itulah kita sebagai umat islam, wajib menjadi umat yang kuat. Jika masih lemah, wajib untuk memperkuat diri, agar tidak diremehkan dan didzolimi umat lain. Kuat di sini adalah kuat segalanya yang bisa diperkuat, baik individu maupun jamaah/komunitas. Kuat jasmani, kuat rohani (agama, iman). Kuat akal dan pikir. Kuat teknologi, materi, dan lain sebagainya.
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugukan). {QS.Al Anfaal; 60}
c)      Non muslim yang harbi
Seperti telah didefnisikan di atas, kafir harbi adalah orang-orang kafir yang terang-terangan memusuhi islam dan kaum muslimin. Kafir harbi ini berusaha menumpas kaum muslimin, sehingga terjadi pertempuran. Mereka menggempur Islam tidak hanya secara fisik, tetapi bisa juga secara non-fisik, seperti fitnah melalui media, pembunuhan karakter, membunuh secara ekonomi, dll. Jika yang melakukan ini adalah individu dan kemudian minta maaf, bolehlah kita nyatakan sebagai point tiga Tetapi jika kaum non muslim ini melakukan permusuhan terhadap Islam secara terus menerus, ini sudah termasuk kafir harbi yang harus diperangi.. Perang wajib dilakukan dalam rangka mempertahankan aqidah islamiyah, dan membela agama Allah. Ketika mereka berhenti (dari memusuhi islam), maka perang bisa dihentikan, dan tidak ada permusuhan (lagi).
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.


Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang lalim. (QS. Al Baqarah : 190-193)
Pelakuan Umum
Pada dasarnya, agama Islam tidak hanya diperuntukkan bagi kaum Muslim belaka, akan tetapi ia adalah agama universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, tidak dibedakan nonmuslim menjadi warga negara Daulah Khilafah, dia akan mendapatkan perlakuan sama dengan kaum Muslim. Sebab hak mereka sebagai warga negara dijamin penuh oleh negara Islam.. Kendati demikian, ada beberapa ketentuan yang khusus diberlakukan kepada mereka.
Pertama, orang nonmuslim tidak dipaksa untuk masuk Islam.
Oleh karena itu, agama dan keyakinan kaum Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Majuzi, Zoaroaster, Atheis, dan sebagainya akan mendapatkan perlindungan dan jaminan keamanan. Pemeluknya juga diberikan kebebasan dan perlindungan untuk melaksanakan ritual-ritual agamanya tanpa ada intimidasi, pemaksaan, maupun apa yang disebut dengan uniformisasi peribadatan.
Orang-orang kafir itu juga tidak dipaksa untuk melakukan prosesi pernikahan seperti prosesi pernikahannya kaum Muslim. Mereka juga tidak dikenai zakat dan lain sebagainya.
Perlakuan khusus hanya diberlakukan bagi kaum Musyrik Ara. Mereka tidak diberi pilihan kecuali hanya masuk Islam. Jika menolak, mereka harus diperangi.
Lain halnya jika seorang Muslim yang murtad. Pelakunya akan dikenai sanksi berupa hukuman mati dari Negara Islam. Begitu juga seorang Muslim yang menyakini dan menyebarluaskan ide sekulerisme, sosialisme, dan liberalisme. Tidak boleh dinyatakan, bahwa tindakan ini dianggap melanggar kebebasan. Sebab, Islam telah menggariskan had al-riddah bagi para pemeluknya.
Kedua, Islam juga tidak akan atau tidak memperbolehkan memberangus peribadatan-peribadatan mereka.
Allah SWT berfirman:
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (67) وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (68)
Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di atas jalan yang benar.” Kalau mereka membantahmu juga, katakanlah, Allah tahu apa yang kalian kerjakan.”[al-Hajj:67-68].
Ayat di atas menunjukkan, bahwa Islam mengakui eksistensi pluralitas agama dan keyakinan. Islam juga tidak akan menyeragamkan atau memberangus keragaman keyakinan dan pandangan hidup selain Islam. Seorang Muslim hanya diwajibkan untuk mengajak nonmuslim untuk memeluk agama Islam. Jika mereka menolak, mereka tidak dipaksa, dan dibiarkan tetap memeluk agama dan keyakinannya.
Ketiga, Islam membiarkan orang nonmuslim untuk hidup berdampingan dengan Muslim, selama tidak memusuhi dan memerangi kaum Muslim.
Nonmuslim yang hidup dalam Daulah Islamiyyah; atau disebut dengan kafir dzimmiy, mendapatkan perlakukan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum Muslim.
Keempat, dalam hal mu’amalah, kaum Muslim dipersilahkan untuk bermuamalah dengan mereka. Akan tetapi yang menjadi landasan dan aturan syariat Islam. Kafir dzimmiy diperbolehkan melakukan jual beli, dan syirkah dengan kaum Muslim. Dan dzimmiy juga diperbolehkan ikut berperang bersama kaum muslim, akan tetapi tidak wajib bagi mereka.
Karena kafir dzimmiy menjadi tanggung jawab negara. Maka, mereka berhak mendapatkan hak pelayanan, perlindungan, hak mendapatkan perlakuan baik dari negara Islam. Inilah hukum-hukum tentang non Muslim dzimmiy.
Walhasil stigma buruk penerapan Islam yang dipahami oleh orang non Muslim akan segera tertepis jika mereka memahami secara mendalam hakekat penerapan syari’at Islam, dan keluhuran ajaran Islam.

Perlakuan khusus
Seperti yang telah disinggung sedikit di atas; syariat Islam juga diterapkan bagi nonmslim. Sebab, mukallaf (orang yang dibebani untuk menjalankan syariah) bukan hanya kaum Muslim, namun juga nonmuslim. Sebab, risalah Islam diturunkan Allah Swt untuk seluruh manusia di dunia, baik yang sudah memeluk Islam maupun yang belum. Hanya saja, Islam telah merinci pelaksanaan syariat Islam oleh Non Muslim.
Adapun pelaksanaan syariah oleh nonmuslim dirinci berdasarkan dua tinjauan berikut ini.
Pertama, pelaksanaan syariat Islam oleh nonmuslim berdasarkan inisiatif dan kesadarannya sendiri, tanpa ada paksaan dari Daulah Islam. Dalam hal ini ada perkara yang tidak diperbolehkan bagi kaum kafir untuk melaksanakan disebabkan karena Islam menjadi syarat bagi pelaksanaan hukum syara’ tersebut. Termasuk dalam katagori ini adalah pelaksanaan ibadah sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah mahdhah lainnya. Karena pelaksanaan semua ibadah tersebut mensyaratkan adanya keislaman dan keimanan terlebih dahulu, maka orang kafir tidak diperkenankan melaksanakan atau mengerjakan aktivota ibadah tersebut.
Adapun, jika pelaksanaan syariah tersebut tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu, maka nonmuslim tidak dilarang untuk melaksanakannya. Di antara aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah keikutsertaan mereka dalam perang bersama pasukan kaum Muslim, di bawah panji Islam, dan dikomandani seorang Muslim. Mereka diperbolehkan memberikan kesaksian dalam masalah jual beli. Demikian juga dengan semua perkara yang tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu. Oleh karena itu, nonmuslim diperbolehkan berkecimpung dalam bidang kedokteran, industri, pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya.
Kedua, pemberlakuan dan penerapan syariat Islam khusus atas non Muslim.
Jika ada nash-nash umum yang pelaksanaannya tidak dibatasi oleh syarat keimanan dan keislaman, maka hal ini perlu diteliti terlebih dahulu. Jika pelaksanaan hukum syariat tersebut hanya dikhususkan bagi kaum Muslim –karena ada syarat keimanan dan keislaman di dalamnya; atau ada ketetapan dari Rasulullah saw bahwa mereka tidak dipaksa untuk melaksanakan syariat-syariat tersebut; maka pada dua kondisi semacam ini, hukum syariat tersebut tidak akan dibebankan atau diberlakukan kepada mereka. Dan khalifah tidak boleh memberi sanksi kepada mereka, jika mereka tidak melaksanakan syariat-syariat tersebut.
Oleh karena itu, khalifah tidak boleh memberi sanksi atas ketidakimanan dan ketidakislamannya non Muslim. Mereka dibiarkan tetap tidak beriman, atau menyakini keyakinan-keyakinan kufurnya. Negara tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam. Negara Islam juga tidak boleh memaksa orang kafir untuk beribadah seperti ibadahnya kaum Muslim. Mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing.
Ketentuan ini didasarkan pada af’âl Rasulullah saw yang membiarkan nonmuslim beribadah sesuai dengan keyakinan dan agama mereka. Beliau saw juga tidak menghancurkan gereja, biara, dan tempat-tempat peribadatan orang-orang kafir. Hukum-hukum jihad juga tidak dibebankan kepada mereka. Mereka juga tidak diwajibkan pergi berjihad bersama kaum Muslim.
Mereka juga tidak dipaksa untuk meninggalkan minuman keras, dan atas mereka juga tidak diterapkan hukum-hukum yang berhubungan dengan minuman keras (syirbul khamr). Sebab, para shahabat ra, ketika menaklukkan wilayah Yaman, mereka membiarkan orang-orang Kristen di wilayah itu minum-minuman keras, dan para shahabat tidak memaksa mereka untuk meninggalkan minuman keras.
Namun, jika ada hukum-hukum yang pelaksanaannya tidak mensyaratkan adanya keimanan dan keislaman terlebih dahulu, dan tidak ada nash umum yang mengecualikan pelaksanaannya bagi non Muslim; maka huum-hukum itu akan diberlakukan dan diterapkan kepada non Muslim. Misalnya, hukum-hukum yang menyangkut masalah muamalah, pidana, dan sebagainya..
Oleh karena itu, jika non Muslim melakukan pencurian, maka ia akan dikenai hukuman potong tangan. Begitu pula juga ada non Muslim melakukan perzinaan, maka ia akan dikenai had zina, dan sebagainya. Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahwa Nabi saw pernah dilapori kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Yahudi terhadap seorang budak perempuan. Ketika orang Yahudi itu mengakui perbuatannya, Rasulullah saw pun memvonis hukuman mati (qishash) atas orang Yahudi tersebut. Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah Hadits bahwa Nabi saw pernah merajam seorang laki-laki dari suku Aslam, dan seorang laki-laki dari orang Yahudi dan wanitanya.
Begitu pula hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan muamalat, pidana, pemerintahan, dan sebagainya, semuanya juga diberlakukan kepada nonmuslim tanpa pengecualiaan.
Inilah ketentuan pokok yang berhubungan dengan pelaksanaan syariah Islam oleh non Muslim. Kenyataan ini menunjukkan kepada kita, bahwa tidak ada penyeragaman dan pemaksaan atas orang-orang kafir, dalam hal ibadah, keyakinan, dan lain sebagainya; sesuai dengan ketentuan di ata
Kesimpulan:
Agama Islam adalah agama rahmatan lil alamin
Ukhwah Islamiyah merupakan hal yang wajib diterapkan demi terciptanya kerukunan intern umat.
Ukhwah Islamiyah dapat diterapkan dengan cara bersedekah untuk memperkecil garis pemisah si kaya dan si miskin
Sebagai muslim kita wajib memelihara kerukunan umat antaragama dengan bertoleransi kepada mereka.
Kita tidak boleh mendzhalimi kafir dzimmi karena kafir dzimmi adalah kafir yang tidak menghina dan tidak membahayakan bagi umat islam.
Pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin kehidupan antar umat beragama berlangsung rukun karena adanya toleransi, hak-hak orang non muslim juga dilindungi oleh pemerintah. Orang-orang non muslim juga diperbolehkan mendirikan temapat-tempat untuk menjalankan ibadah dan menjalankan ritual ibadah mereka.